Daftar Lengkap Partai
Politik Di Indonesia
Tahun 1955 – 2009
Daftar
partai politik (parpol) di Indonesia, disusun berdasarkan keikutsertaannya
dalam
pemilihan
umum.
Pemilu 1955
Pemilu
1955 diikuti oleh 172 kontestan partai politik. Empat partai terbesar
diantaranya adalah: PNI (22,3 %), Masyumi (20,9%), Nahdlatul Ulama (18,4%), dan
PKI (15,4%).
Pemilu 1971
Pemilu
1971 diikuti oleh 10 kontestan, yaitu:
- Partai Katolik
- Partai Syarikat Islam Indonesia
- Partai Nahdlatul Ulama
- Partai Muslimin Indonesa
- Golongan Karya
- Partai Kristen Indonesia
- Partai Musyawarah Rakyat Banyak
- Partai Nasional Indonesia
- Partai Islam PERTI
- Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia
Pemilu 1977-1997
Pemilu
1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 diikuti oleh 3 kontestan yang sama, yaitu:
- Partai Persatuan Pembangunan
- Golongan Karya
- Partai Demokrasi Indonesia
Pemilu 1999
Pemilu
1999 diikuti oleh 48 partai politik, yaitu:
|
|
Pemilu 2004
Pemilu
2004 diikuti oleh 24 partai politik, yaitu:
|
|
Pemilu 2009
Pemilu
2009 diikuti oleh 38 partai politik nasional dan 6 partai politik lokal Aceh,
yaitu:[1]
Partai politik nasional
|
|
*
menandakan partai yang mendapat kursi di DPR pada Pemilu 2004.
Partai politik lokal Aceh
|
FUNGSI
POLITIK
Fungsi Politik adalah
- Perumusan kepentingan, adalah fungsi menyusun dan mengungkapkan tuntutan politik suatu negara. Fungsi ini umumnya dijalankan oleh LSM atau kelompok-kelompok kepentingan.
- Pemaduan kepentingan, adalah fungsi menyatupadukan tuntutan-tuntutan politik dari berbagai pihak dalam suatu negara dan mewujudkan sebuah kenyataan ke dsalam berbagai alternatif kebijakan. pelakunya dalah Partai Politik.
- Pembuatan kebijakan umum, adalah fungsi untuk mempertimbangkan berbagai alternatif kebijakan yang diusulkan oleh partai-partai politik dan pihak-pihak lain untuk dipilih, diantaranya sebagai satu kebijakan pemerintah. pelakunya adalah lembaga eksekutif bersama dengan legislatif.
- Penerapan kebijakan, adalah fungsi melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Pelaku fungsi ini adalah aparat birokrat atu PNS.
- Pengawasan pelaksanaan kebijakan< adalah fungsi mnyelaaraskan perilaku masyarakat atau pejabat publik yang menentang atau menyeleweng dari kebijakan pemerintah dan norma-norma yang berlaku, atau fungsi mengadili pelanggar hukum. Pelaku nya dalah lembaga hukum atau peradilan.
Fungsi
Politik yang lain
Apabila
kita bisa mengetahui bagaimana bekerjanya suatu keseluruhan system, dan
bagaimana lembaga-lembaga politik yang terstruktur dapat menjalan fungsi
barulah analisa perpandingan politik dapat memiliki arti. Lembaga politik
mempunya tiga fungsi sebagaimana yang telah digambarkan oleh prof Almond
sebagai berikut;
- Sosialisasi politik. Merupakan fungsi untuk mengembangkan dan memperkuat sikap-sikap politik di kalangan penduduk, atau melatih rakyat untuk menjalankan peranan-peranan politik, administrative, dan yudisial tertentu.
- Rekruitmen politik. Merupakan fungsi penyeleksian rakyat untuk kegiatan politik dan jabatan pemerintahan melalui penampilan dalam media komunikasi, menjadi anggota organisasi, mencalonkan diri untuk jabatan tertentu, pendidikan, dan ujian.
- komunikasi politik. Merupakan jalan mengalirnya informasi melalui masyarakat dan melalui berbagai struktur yang ada dalam system politik.
Jelaskan fungsi-fungsi politik antara lain :
- Sosialisasi Politik
Sosialisasi politik adalah cara-cara belajar seseorang terhadap pola-pola sosial yang berkaitan dengan posisi-posisi kemasyarakatan seperti yang diketengahkan melalui bermacam-macam badan masyarakat.
Greenstein dalam karyanya “International Encyolopedia of The Social Sciences” 2 definisi sosialisasi politik:
1. Definisi sempit, sosialisasi politik adalah penanaman informasi politik yang disengaja, nilai-nilai dan praktek-praktek yang oleh badan-badan instruksional secara formal ditugaskan untuk tanggung jawab ini.
2. Definisi luas, sosialisasi politik merupakan semua usaha mempelajari politik baik formal maupun informal, disengaja ataupun terencana pada setiap tahap siklus kehidupan dan termasuk didalamnya tidak hanya secara eksplisit masalah belajar politik tetapi juga secara nominal belajar bersikap non politik mengenai karakteristik-karakteristik kepribadian yang bersangkutan.
Menurut Easton dan Denuis, sosialisasi politik yaitu suatu proses perkembangan seseorang untuk mendapatkan orientasi-orientasi politik dan pola-pola tingkah lakunya.
Menurut Almond, sosialisasi politik adalah proses-proses pembentukan sikap-sikap politik dan
pola-pola tingkah laku. Proses sosialisasi dilakukan melalui berbagai tahap sejak dari awal masa kanak-kanak sampai pada tingkat yang paling tinggi dalam usia dewasa. Sosialisasi beroperasi pada 2 tingkat:
1. Tingkat Komunitas Sosialisasi dipahami sebagai proses pewarisan kebudayaan, yaitu suatu sarana bagi suatu generasi untuk mewariskan nilai-nilai, sikap-sikap dan keyakinan-keyakinan politik kepada generasi berikutnya.
2. Tingkat Individual Proses sosialisasi politik dapat dipahami sebagai proses warga suatu Negara membentuk pandangan-pandangan politik mereka. Dalam konsep Freud, individu dilihat sebagai objek sosilaisasi yang pasif sedangkan Mead memandang individu sebagai aktor yang aktif, sehingga proses sosialisasi politik merupakan proses yang beraspek ganda. Di satu pihak, ia merupakan suatu proses tertutupnya pilihan-pilihan perilaku, artinya sejumlah kemungkinan terbuka yang sangat luas ketika seorang anak lahir menjadi semakin sempit sepanjang proses sosialisasi. Di lain pihak, proses sosialisasi bukan hanya merupakan proses penekanan.
- Sosialisasi Politik
Sosialisasi politik adalah cara-cara belajar seseorang terhadap pola-pola sosial yang berkaitan dengan posisi-posisi kemasyarakatan seperti yang diketengahkan melalui bermacam-macam badan masyarakat.
Greenstein dalam karyanya “International Encyolopedia of The Social Sciences” 2 definisi sosialisasi politik:
1. Definisi sempit, sosialisasi politik adalah penanaman informasi politik yang disengaja, nilai-nilai dan praktek-praktek yang oleh badan-badan instruksional secara formal ditugaskan untuk tanggung jawab ini.
2. Definisi luas, sosialisasi politik merupakan semua usaha mempelajari politik baik formal maupun informal, disengaja ataupun terencana pada setiap tahap siklus kehidupan dan termasuk didalamnya tidak hanya secara eksplisit masalah belajar politik tetapi juga secara nominal belajar bersikap non politik mengenai karakteristik-karakteristik kepribadian yang bersangkutan.
Menurut Easton dan Denuis, sosialisasi politik yaitu suatu proses perkembangan seseorang untuk mendapatkan orientasi-orientasi politik dan pola-pola tingkah lakunya.
Menurut Almond, sosialisasi politik adalah proses-proses pembentukan sikap-sikap politik dan
pola-pola tingkah laku. Proses sosialisasi dilakukan melalui berbagai tahap sejak dari awal masa kanak-kanak sampai pada tingkat yang paling tinggi dalam usia dewasa. Sosialisasi beroperasi pada 2 tingkat:
1. Tingkat Komunitas Sosialisasi dipahami sebagai proses pewarisan kebudayaan, yaitu suatu sarana bagi suatu generasi untuk mewariskan nilai-nilai, sikap-sikap dan keyakinan-keyakinan politik kepada generasi berikutnya.
2. Tingkat Individual Proses sosialisasi politik dapat dipahami sebagai proses warga suatu Negara membentuk pandangan-pandangan politik mereka. Dalam konsep Freud, individu dilihat sebagai objek sosilaisasi yang pasif sedangkan Mead memandang individu sebagai aktor yang aktif, sehingga proses sosialisasi politik merupakan proses yang beraspek ganda. Di satu pihak, ia merupakan suatu proses tertutupnya pilihan-pilihan perilaku, artinya sejumlah kemungkinan terbuka yang sangat luas ketika seorang anak lahir menjadi semakin sempit sepanjang proses sosialisasi. Di lain pihak, proses sosialisasi bukan hanya merupakan proses penekanan.
-
Rekruitmen Politik
Rekrutmen politik merupakan salah satu fungsi parpol. Rekrutmen politik adalah proses ke arah pengisian (staffing) peran-peran politik yang telah dirumuskan dalam sistem politik (Seligman, 1964). Proses rekrutmen politik selalu bermakna ganda.
• Pertama, menyangkut seleksi untuk menduduki posisi-posisi politik yang tersedia, seperti anggota legislatif, kepala negara dan kepala daerah.
• Kedua, menyangkut transformasi peran-peran non-politik warga yang berasal dari aneka subkultur agar menjadi layak untuk memainkan peran-peran politik (Cornelis Lay, Prisma No. 4-1997).
Rekrutmen politik, di mana pun, memiliki pola yang serupa tapi tak sama. Sekurangnya, ada tiga pertimbangan dalam proses rekrutmen politik.
Pertama, rekrutmen politik merupakan indikator yang sensitif dalam - melihat nilai-nilai dan distribusi pengaruh politik dalam sebuah masyarakat politik.
Kedua, pola-pola rekrutmen politik merefleksikan sekaligus mempengaruhi masyarakat. -
Ketiga, pola-pola rekrutmen politik juga merupakan indikator yang - penting untuk melihat pembangunan dan perubahan dalam sebuah masyarakat politik.
Dengan tiga pertimbangan itu, kajian mengenai rekrutmen politik mengharuskan kita menghampiri isu-isu krusial, seperti basis legitimasi politik, rute yang ditempuh ke arah kekuasaan, keterwakilan politik, hubungan antara rekrutmen politik dan perubahan politik, dan akibat-akibat bagi masa depan politik.
Rekrutmen politik merupakan salah satu fungsi parpol. Rekrutmen politik adalah proses ke arah pengisian (staffing) peran-peran politik yang telah dirumuskan dalam sistem politik (Seligman, 1964). Proses rekrutmen politik selalu bermakna ganda.
• Pertama, menyangkut seleksi untuk menduduki posisi-posisi politik yang tersedia, seperti anggota legislatif, kepala negara dan kepala daerah.
• Kedua, menyangkut transformasi peran-peran non-politik warga yang berasal dari aneka subkultur agar menjadi layak untuk memainkan peran-peran politik (Cornelis Lay, Prisma No. 4-1997).
Rekrutmen politik, di mana pun, memiliki pola yang serupa tapi tak sama. Sekurangnya, ada tiga pertimbangan dalam proses rekrutmen politik.
Pertama, rekrutmen politik merupakan indikator yang sensitif dalam - melihat nilai-nilai dan distribusi pengaruh politik dalam sebuah masyarakat politik.
Kedua, pola-pola rekrutmen politik merefleksikan sekaligus mempengaruhi masyarakat. -
Ketiga, pola-pola rekrutmen politik juga merupakan indikator yang - penting untuk melihat pembangunan dan perubahan dalam sebuah masyarakat politik.
Dengan tiga pertimbangan itu, kajian mengenai rekrutmen politik mengharuskan kita menghampiri isu-isu krusial, seperti basis legitimasi politik, rute yang ditempuh ke arah kekuasaan, keterwakilan politik, hubungan antara rekrutmen politik dan perubahan politik, dan akibat-akibat bagi masa depan politik.
-
Komunikasi Politik
Secara sederhana, komunikasi politik (political communication) adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Dengan pengertian ini, sebagai sebuah ilmu terapan, komunikasi politik bukanlah hal yang baru. Komunikasi politik juga bisa dipahami sebagai komunikasi antara ”yang memerintah” dan ”yang diperintah”.
Mengkomunikasikan politik tanpa aksi politik yang kongkret sebenarnya telah dilakukan oleh siapa saja: mahasiswa, dosen, tukang ojek, penjaga warung, dan seterusnya. Tak heran jika ada yang menjuluki Komunikasi Politik sebagai neologisme, yakni ilmu yang sebenarnya tak lebih dari istilah belaka.
Secara sederhana, komunikasi politik (political communication) adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Dengan pengertian ini, sebagai sebuah ilmu terapan, komunikasi politik bukanlah hal yang baru. Komunikasi politik juga bisa dipahami sebagai komunikasi antara ”yang memerintah” dan ”yang diperintah”.
Mengkomunikasikan politik tanpa aksi politik yang kongkret sebenarnya telah dilakukan oleh siapa saja: mahasiswa, dosen, tukang ojek, penjaga warung, dan seterusnya. Tak heran jika ada yang menjuluki Komunikasi Politik sebagai neologisme, yakni ilmu yang sebenarnya tak lebih dari istilah belaka.
Dalam
praktiknya, komuniaksi politik sangat kental dalam kehidupan sehari-hari.
Sebab, dalam aktivitas sehari-hari, tidak satu pun manusia tidak berkomunikasi,
dan kadang-kadang sudah terjebak dalam analisis dan kajian komunikasi politik.
Berbagai penilaian dan analisis orang awam berkomentar sosal kenaikan BBM, ini
merupakan contoh kekentalan komunikasi politik. Sebab, sikap pemerintah untuk
menaikkan BBM sudah melalui proses komunikasi politik dengan mendapat
persetujuan DPR
Menurut
Gabriel Almond (1960) komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang selalu
ada dalam setiap sistem politik. “All of the functions performed in the
political system, political socialization and recruitment, interest
articulation, interest aggregation, rule making, rule application, and rule
adjudication,are performed by means of communication.”
Komunikasi politik merupakan proses penyampaian pesan-pesan yang terjadi pada saat keenam fungsi lainnya itu dijalankan. Hal ini berarti bahwa fungsi komunikasi politik terdapat secara inherent di dalam setiap fungsi sistem politik.
Komunikasi politik merupakan proses penyampaian pesan-pesan yang terjadi pada saat keenam fungsi lainnya itu dijalankan. Hal ini berarti bahwa fungsi komunikasi politik terdapat secara inherent di dalam setiap fungsi sistem politik.
Kegiatan
komunikasi yang dianggap komunikasi politik berdasarkan konsekuensinya (aktual
maupun potensial) yang mengatur perbuatan manusia dalam kondisi konflik.
Cakupan: komunikator (politisi, profesional, aktivis), pesan, persuasi, media,
khalayak, dan akibat.
Komunikasi
politik merupakan salah satu fungsi partai politik, yakni menyalurkan aneka
ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa
“penggabungan kepentingan” (interest aggregation” dan “perumusan kepentingan”
(interest articulation) untuk diperjuangkan menjadi public policy. (Miriam
Budiardjo).
Jack
Plano dkk. Kamus Analisa Politik: penyebaran aksi, makna, atau pesan yang
bersangkutan dengan fungsi suatu sistem politik, melibatkan unsur-unsur
komunikasi seperti komunikator, pesan, dan lainnya. Kebanyakan komunikasi
politik merupakan lapangan wewenang lembaga-lembaga khusus, seperti media
massa, badan informasi pemerintah, atau parpol. Namun demikian, komunikasi
politik dapat ditemukan dalam setiap lingkungan sosial, mulai dari lingkup dua
orang hingga ruang kantor parlemen.
Mochtar
Pabotinggi (1993): dalam praktek proses komunikasi politik sering mengalami
empat distorsi :
1. Distorsi bahasa sebagai “topeng”; ada euphemism (penghalusan kata); bahasa yang menampilkan sesuatu lain dari yang dimaksudkan atau berbeda dengan situasi sebenarnya, bisa disebut seperti diungkakan Ben Anderson (1966), “bahasa topeng”.
2. Distorsi bahasa sebagai “proyek lupa”; lupa sebagai sesuatu yang dimanipulasikan; lupa dapat diciptakan dan direncanakan bukan hanya atas satu orang, melainkan atas puluhan bahkan ratusan juta orang.”
3. Distorsi bahasa sebagai “representasi”; terjadi bila kita melukiskan sesuatu tidak sebagaimana mestinya. Contoh: gambaran buruk kaum Muslimin dan orang Arab oleh media Barat.
4. Distorsi bahasa sebagai “ideologi”. Ada dua perspektif yang cenderung menyebarkan distoris ideologi. Pertama, perspektif yang mengidentikkan kegiatan politik sebagai hak istimewa sekelompok orang monopoli politik kelompok tertentu. Kedua, perspektif yang semata-mata menekankan tujuan tertinggi suatu sistem politik. Mereka yang menganut perspektif ini hanya menitikberatkan pada tujuan tertinggi sebuah sistem politik tanpa mempersoalkan apa yang sesungguhnya dikehendaki rakyat.
1. Distorsi bahasa sebagai “topeng”; ada euphemism (penghalusan kata); bahasa yang menampilkan sesuatu lain dari yang dimaksudkan atau berbeda dengan situasi sebenarnya, bisa disebut seperti diungkakan Ben Anderson (1966), “bahasa topeng”.
2. Distorsi bahasa sebagai “proyek lupa”; lupa sebagai sesuatu yang dimanipulasikan; lupa dapat diciptakan dan direncanakan bukan hanya atas satu orang, melainkan atas puluhan bahkan ratusan juta orang.”
3. Distorsi bahasa sebagai “representasi”; terjadi bila kita melukiskan sesuatu tidak sebagaimana mestinya. Contoh: gambaran buruk kaum Muslimin dan orang Arab oleh media Barat.
4. Distorsi bahasa sebagai “ideologi”. Ada dua perspektif yang cenderung menyebarkan distoris ideologi. Pertama, perspektif yang mengidentikkan kegiatan politik sebagai hak istimewa sekelompok orang monopoli politik kelompok tertentu. Kedua, perspektif yang semata-mata menekankan tujuan tertinggi suatu sistem politik. Mereka yang menganut perspektif ini hanya menitikberatkan pada tujuan tertinggi sebuah sistem politik tanpa mempersoalkan apa yang sesungguhnya dikehendaki rakyat.
-
Stratifikasi Politik
Stratifikasi politik nasional dalam negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut ;
1. Tingkat penentu kebijakan puncak.
- Meliputi kebijakan tertinggi yang menyeluruh secara nasional dan mencakup penentuan undang-undang dasar. Menitikberatkan pada masalah makro politik bangsa dan negara untuk merumuskan idaman nasional berdasarkan falsafah Pancasila dan UUD 1945. Kebijakan tingkat puncak dilakukan oleh MPR.
- Dalam hal dan keadaan yang menyangkut kekuasaan kepala negara seperti tercantum pada pasal 10 sampai 15 UUD 1945, tingkat penentu kebijakan puncak termasuk kewenangan Presiden sebagai kepala negara. Bentuk hukum dari kebijakan nasional yang ditentukan oleh kepala negata dapat berupa dekrit, peraturan atau piagam kepala negara.
2. Tingkat kebijakan umum.
Merupakan tingkat kebijakan dibawah tingkat kebijakan puncak, yang lingkupnya menyeluruh nasional dan berisi mengenai masalah-masalah makro strategi guna mencapai idaman nasional dalam situasi dan kondisi tertentu.
Stratifikasi politik nasional dalam negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut ;
1. Tingkat penentu kebijakan puncak.
- Meliputi kebijakan tertinggi yang menyeluruh secara nasional dan mencakup penentuan undang-undang dasar. Menitikberatkan pada masalah makro politik bangsa dan negara untuk merumuskan idaman nasional berdasarkan falsafah Pancasila dan UUD 1945. Kebijakan tingkat puncak dilakukan oleh MPR.
- Dalam hal dan keadaan yang menyangkut kekuasaan kepala negara seperti tercantum pada pasal 10 sampai 15 UUD 1945, tingkat penentu kebijakan puncak termasuk kewenangan Presiden sebagai kepala negara. Bentuk hukum dari kebijakan nasional yang ditentukan oleh kepala negata dapat berupa dekrit, peraturan atau piagam kepala negara.
2. Tingkat kebijakan umum.
Merupakan tingkat kebijakan dibawah tingkat kebijakan puncak, yang lingkupnya menyeluruh nasional dan berisi mengenai masalah-masalah makro strategi guna mencapai idaman nasional dalam situasi dan kondisi tertentu.
3.
Tingkat penentu kebijakan khusus.
Merupakan kebijakan terhadap suatu bidang utama pemerintah. Kebijakan ini adalah penjabaran kebijakan umum guna merumuskan strategi, administrasi, sistem dan prosedur dalam bidang tersebut. Wewenang kebijakan khusus ini berada ditangan menteri berdasarkan kebijakan tingkat diatasnya.
4. Tingkat penentu kebijakan teknis. Kebijakan teknis meliputi kebijakan dalam satu sektor dari bidang utama dalam bentuk prosedur serta teknik untuk mengimplementasikan rencana, program dan kegiatan.
Merupakan kebijakan terhadap suatu bidang utama pemerintah. Kebijakan ini adalah penjabaran kebijakan umum guna merumuskan strategi, administrasi, sistem dan prosedur dalam bidang tersebut. Wewenang kebijakan khusus ini berada ditangan menteri berdasarkan kebijakan tingkat diatasnya.
4. Tingkat penentu kebijakan teknis. Kebijakan teknis meliputi kebijakan dalam satu sektor dari bidang utama dalam bentuk prosedur serta teknik untuk mengimplementasikan rencana, program dan kegiatan.
Tingkat
penentu kebijakan di Daerah.
• Wewenang penentuan pelaksanaan kebijakan pemerintah pusat di Daerah terletak pada Gubernur dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat di daerahnya masing-masing.
• Kepala daerah berwenang mengeluarkan kebijakan pemerintah daerah dengan persetujuan DPRD. Kebijakan tersebut berbentuk Peraturan Daerah (Perda) tingkat I atau II.
Menurut kebijakan yang berlaku sekarang, jabatan gubernur dan bupati atau walikota dan kepala daerah tingkat I atau II disatukan dalam satu jabatan yang disebut Gubernur/KepalaDaerah tingkat I, Bupati/Kepala Daerah tingkat II atau Walikota/Kepala Daerah tingkat II.
• Wewenang penentuan pelaksanaan kebijakan pemerintah pusat di Daerah terletak pada Gubernur dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat di daerahnya masing-masing.
• Kepala daerah berwenang mengeluarkan kebijakan pemerintah daerah dengan persetujuan DPRD. Kebijakan tersebut berbentuk Peraturan Daerah (Perda) tingkat I atau II.
Menurut kebijakan yang berlaku sekarang, jabatan gubernur dan bupati atau walikota dan kepala daerah tingkat I atau II disatukan dalam satu jabatan yang disebut Gubernur/KepalaDaerah tingkat I, Bupati/Kepala Daerah tingkat II atau Walikota/Kepala Daerah tingkat II.
No comments:
Post a Comment