Translate

Wednesday, 24 April 2013

POLITIK




Daftar Lengkap Partai Politik Di Indonesia
Tahun 1955 – 2009

Daftar partai politik (parpol) di Indonesia, disusun berdasarkan keikutsertaannya dalam
pemilihan umum.
Pemilu 1955
Pemilu 1955 diikuti oleh 172 kontestan partai politik. Empat partai terbesar diantaranya adalah: PNI (22,3 %), Masyumi (20,9%), Nahdlatul Ulama (18,4%), dan PKI (15,4%).
Pemilu 1971
Pemilu 1971 diikuti oleh 10 kontestan, yaitu:
  1. Partai Katolik
  2. Partai Syarikat Islam Indonesia
  3. Partai Nahdlatul Ulama
  4. Partai Muslimin Indonesa
  5. Golongan Karya
  6. Partai Kristen Indonesia
  7. Partai Musyawarah Rakyat Banyak
  8. Partai Nasional Indonesia
  9. Partai Islam PERTI
  10. Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia

Pemilu 1977-1997
Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 diikuti oleh 3 kontestan yang sama, yaitu:
  1. Partai Persatuan Pembangunan
  2. Golongan Karya
  3. Partai Demokrasi Indonesia

Pemilu 1999
Pemilu 1999 diikuti oleh 48 partai politik, yaitu:
1.
Partai Indonesia Baru
2.
Partai Kristen Nasional Indonesia
3.
Partai Nasional Indonesia – Supeni
4.
Partai Aliansi Demokrat Indonesia
5.
Partai Kebangkitan Muslim Indonesia
6.
Partai Ummat Islam
7.
Partai Kebangkitan Ummat
8.
Partai Masyumi Baru
9.
Partai Persatuan Pembangunan
10.
Partai Syarikat Islam Indonesia
11.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
12.
Partai Abul Yatama
13.
Partai Kebangsaan Merdeka
14.
Partai Demokrasi Kasih Bangsa
15.
Partai Amanat Nasional
16.
Partai Rakyat Demokratik
17.
Partai Syarikat Islam Indonesia 1905
18.
Partai Katolik Demokrat
19.
Partai Pilihan Rakyat
20.
Partai Rakyat Indonesia
21.
Partai Politik Islam Indonesia Masyumi
22.
Partai Bulan Bintang
23.
Partai Solidaritas Pekerja
24.
Partai Keadilan
25.
Partai Nahdlatul Ummat
26.
Partai Nasional Indonesia – Front Marhaenis
27.
Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia
28.
Partai Republik
29.
Partai Islam Demokrat
30.
Partai Nasional Indonesia – Massa Marhaen
31.
Partai Musyawarah Rakyat Banyak
32.
Partai Demokrasi Indonesia
33.
Partai Golongan Karya
34.
Partai Persatuan
35.
Partai Kebangkitan Bangsa
36.
Partai Uni Demokrasi Indonesia
37.
Partai Buruh Nasional
38.
Partai Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong
39.
Partai Daulat Rakyat
40.
Partai Cinta Damai
41.
Partai Keadilan dan Persatuan
42.
Partai Solidaritas Pekerja Seluruh Indonesia
43.
Partai Nasional Bangsa Indonesia
44.
Partai Bhinneka Tunggal Ika Indonesia
45.
Partai Solidaritas Uni Nasional Indonesia
46.
Partai Nasional Demokrat
47.
Partai Ummat Muslimin Indonesia
48.
Partai Pekerja Indonesia

Pemilu 2004
Pemilu 2004 diikuti oleh 24 partai politik, yaitu:
1.
Partai Nasional Indonesia Marhaenisme
2.
Partai Buruh Sosial Demokrat
3.
Partai Bulan Bintang
4.
Partai Merdeka
5.
Partai Persatuan Pembangunan
6.
Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan
7.
Partai Perhimpunan Indonesia Baru
8.
Partai Nasional Banteng Kemerdekaan
9.
Partai Demokrat
10.
Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia
11.
Partai Penegak Demokrasi Indonesia
12.
Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia
13.
Partai Amanat Nasional
14.
Partai Karya Peduli Bangsa
15.
Partai Kebangkitan Bangsa
16.
Partai Keadilan Sejahtera
17.
Partai Bintang Reformasi
18.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
19.
Partai Damai Sejahtera
20.
Partai Golongan Karya
21.
Partai Patriot Pancasila
22.
Partai Sarikat Indonesia
23.
Partai Persatuan Daerah
24.
Partai Pelopor

Pemilu 2009
Pemilu 2009 diikuti oleh 38 partai politik nasional dan 6 partai politik lokal Aceh, yaitu:[1]
Partai politik nasional
1.
Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura)
2.
Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB)*
3.
Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (PPPI)
4.
Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN)
5.
Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra)
6.
Partai Barisan Nasional (Barnas)
7.
Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI)*
8.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS)*
9.
Partai Amanat Nasional (PAN)*
10.
Partai Perjuangan Indonesia Baru (PIB)
11.
Partai Kedaulatan
12.
Partai Persatuan Daerah (PPD)
13.
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)*
14.
Partai Pemuda Indonesia (PPI)
15.
Partai Nasional Indonesia Marhaenisme (PNI Marhaenisme)*
16.
Partai Demokrasi Pembaruan (PDP)
17.
Partai Karya Perjuangan (PKP)
18.
Partai Matahari Bangsa (PMB)
19.
Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI)*
20.
Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK)*
21.
Partai Republika Nusantara (RepublikaN)
22.
Partai Pelopor*
23.
Partai Golongan Karya (Golkar)*
24.
Partai Persatuan Pembangunan (PPP)*
25.
Partai Damai Sejahtera (PDS)*
26.
Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia (PNBK Indonesia)
27.
Partai Bulan Bintang (PBB)*
28.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)*
29.
Partai Bintang Reformasi (PBR)*
30.
Partai Patriot
31.
Partai Demokrat*
32.
Partai Kasih Demokrasi Indonesia (PKDI)
33.
Partai Indonesia Sejahtera (PIS)
34.
Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU)
41.
Partai Merdeka
42.
Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia (PPNUI)
43.
Partai Sarikat Indonesia (PSI)
44.
Partai Buruh


* menandakan partai yang mendapat kursi di DPR pada Pemilu 2004.
Partai politik lokal Aceh
35.
Partai Aceh Aman Seujahtra (PAAS)
36.
Partai Daulat Aceh (PDA)
37.
Partai Suara Independen Rakyat Aceh (SIRA)


FUNGSI POLITIK

Fungsi Politik adalah
  • Perumusan kepentingan, adalah fungsi menyusun dan mengungkapkan tuntutan politik suatu negara. Fungsi ini umumnya dijalankan oleh LSM atau kelompok-kelompok kepentingan.
  • Pemaduan kepentingan, adalah fungsi menyatupadukan tuntutan-tuntutan politik dari berbagai pihak dalam suatu negara dan mewujudkan sebuah kenyataan ke dsalam berbagai alternatif kebijakan. pelakunya dalah Partai Politik.
  • Pembuatan kebijakan umum, adalah fungsi untuk mempertimbangkan berbagai alternatif kebijakan yang diusulkan oleh partai-partai politik dan pihak-pihak lain untuk dipilih, diantaranya sebagai satu kebijakan pemerintah. pelakunya adalah lembaga eksekutif bersama dengan legislatif.
  • Penerapan kebijakan, adalah fungsi melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Pelaku fungsi ini adalah aparat birokrat atu PNS.
  • Pengawasan pelaksanaan kebijakan< adalah fungsi mnyelaaraskan perilaku masyarakat atau pejabat publik yang menentang atau menyeleweng dari kebijakan pemerintah dan norma-norma yang berlaku, atau fungsi mengadili pelanggar hukum. Pelaku nya dalah lembaga hukum atau peradilan.
Fungsi Politik yang lain
Apabila kita bisa mengetahui bagaimana bekerjanya suatu keseluruhan system, dan bagaimana lembaga-lembaga politik yang terstruktur dapat menjalan fungsi barulah analisa perpandingan politik dapat memiliki arti. Lembaga politik mempunya tiga fungsi sebagaimana yang telah digambarkan oleh prof Almond sebagai berikut;
  1. Sosialisasi politik. Merupakan fungsi untuk mengembangkan dan memperkuat sikap-sikap politik di kalangan penduduk, atau melatih rakyat untuk menjalankan peranan-peranan politik, administrative, dan yudisial tertentu.
  2. Rekruitmen politik. Merupakan fungsi penyeleksian rakyat untuk kegiatan politik dan jabatan pemerintahan melalui penampilan dalam media komunikasi, menjadi anggota organisasi, mencalonkan diri untuk jabatan tertentu, pendidikan, dan ujian.
  3. komunikasi politik. Merupakan jalan mengalirnya informasi melalui masyarakat dan melalui berbagai struktur yang ada dalam system politik.


Jelaskan fungsi-fungsi politik antara lain :
- Sosialisasi Politik
Sosialisasi politik adalah cara-cara belajar seseorang terhadap pola-pola sosial yang berkaitan dengan posisi-posisi kemasyarakatan seperti yang diketengahkan melalui bermacam-macam badan masyarakat.
Greenstein dalam karyanya “International Encyolopedia of The Social Sciences” 2 definisi sosialisasi politik:
1. Definisi sempit, sosialisasi politik adalah penanaman informasi politik yang disengaja, nilai-nilai dan praktek-praktek yang oleh badan-badan instruksional secara formal ditugaskan untuk tanggung jawab ini.
2. Definisi luas, sosialisasi politik merupakan semua usaha mempelajari politik baik formal maupun informal, disengaja ataupun terencana pada setiap tahap siklus kehidupan dan termasuk didalamnya tidak hanya secara eksplisit masalah belajar politik tetapi juga secara nominal belajar bersikap non politik mengenai karakteristik-karakteristik kepribadian yang bersangkutan.
Menurut Easton dan Denuis, sosialisasi politik yaitu suatu proses perkembangan seseorang untuk mendapatkan orientasi-orientasi politik dan pola-pola tingkah lakunya.
Menurut Almond, sosialisasi politik adalah proses-proses pembentukan sikap-sikap politik dan
pola-pola tingkah laku. Proses sosialisasi dilakukan melalui berbagai tahap sejak dari awal masa kanak-kanak sampai pada tingkat yang paling tinggi dalam usia dewasa. Sosialisasi beroperasi pada 2 tingkat:
1. Tingkat Komunitas Sosialisasi dipahami sebagai proses pewarisan kebudayaan, yaitu suatu sarana bagi suatu generasi untuk mewariskan nilai-nilai, sikap-sikap dan keyakinan-keyakinan politik kepada generasi berikutnya.
2. Tingkat Individual Proses sosialisasi politik dapat dipahami sebagai proses warga suatu Negara membentuk pandangan-pandangan politik mereka. Dalam konsep Freud, individu dilihat sebagai objek sosilaisasi yang pasif sedangkan Mead memandang individu sebagai aktor yang aktif, sehingga proses sosialisasi politik merupakan proses yang beraspek ganda. Di satu pihak, ia merupakan suatu proses tertutupnya pilihan-pilihan perilaku, artinya sejumlah kemungkinan terbuka yang sangat luas ketika seorang anak lahir menjadi semakin sempit sepanjang proses sosialisasi. Di lain pihak, proses sosialisasi bukan hanya merupakan proses penekanan.
- Rekruitmen Politik
Rekrutmen politik merupakan salah satu fungsi parpol. Rekrutmen politik adalah proses ke arah pengisian (staffing) peran-peran politik yang telah dirumuskan dalam sistem politik (Seligman, 1964). Proses rekrutmen politik selalu bermakna ganda.
• Pertama, menyangkut seleksi untuk menduduki posisi-posisi politik yang tersedia, seperti anggota legislatif, kepala negara dan kepala daerah.
• Kedua, menyangkut transformasi peran-peran non-politik warga yang berasal dari aneka subkultur agar menjadi layak untuk memainkan peran-peran politik (Cornelis Lay, Prisma No. 4-1997).
Rekrutmen politik, di mana pun, memiliki pola yang serupa tapi tak sama. Sekurangnya, ada tiga pertimbangan dalam proses rekrutmen politik.
Pertama, rekrutmen politik merupakan indikator yang sensitif dalam
- melihat nilai-nilai dan distribusi pengaruh politik dalam sebuah masyarakat politik.
Kedua, pola-pola rekrutmen politik merefleksikan sekaligus mempengaruhi masyarakat.
-
Ketiga, pola-pola rekrutmen politik juga merupakan indikator yang
- penting untuk melihat pembangunan dan perubahan dalam sebuah masyarakat politik.
Dengan tiga pertimbangan itu, kajian mengenai rekrutmen politik mengharuskan kita menghampiri isu-isu krusial, seperti basis legitimasi politik, rute yang ditempuh ke arah kekuasaan, keterwakilan politik, hubungan antara rekrutmen politik dan perubahan politik, dan akibat-akibat bagi masa depan politik.
- Komunikasi Politik
Secara sederhana, komunikasi politik (political communication) adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Dengan pengertian ini, sebagai sebuah ilmu terapan, komunikasi politik bukanlah hal yang baru. Komunikasi politik juga bisa dipahami sebagai komunikasi antara ”yang memerintah” dan ”yang diperintah”.
Mengkomunikasikan politik tanpa aksi politik yang kongkret sebenarnya telah dilakukan oleh siapa saja: mahasiswa, dosen, tukang ojek, penjaga warung, dan seterusnya. Tak heran jika ada yang menjuluki Komunikasi Politik sebagai neologisme, yakni ilmu yang sebenarnya tak lebih dari istilah belaka.
Dalam praktiknya, komuniaksi politik sangat kental dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, dalam aktivitas sehari-hari, tidak satu pun manusia tidak berkomunikasi, dan kadang-kadang sudah terjebak dalam analisis dan kajian komunikasi politik. Berbagai penilaian dan analisis orang awam berkomentar sosal kenaikan BBM, ini merupakan contoh kekentalan komunikasi politik. Sebab, sikap pemerintah untuk menaikkan BBM sudah melalui proses komunikasi politik dengan mendapat persetujuan DPR
Menurut Gabriel Almond (1960) komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang selalu ada dalam setiap sistem politik. “All of the functions performed in the political system, political socialization and recruitment, interest articulation, interest aggregation, rule making, rule application, and rule adjudication,are performed by means of communication.”
Komunikasi politik merupakan proses penyampaian pesan-pesan yang terjadi pada saat keenam fungsi lainnya itu dijalankan. Hal ini berarti bahwa fungsi komunikasi politik terdapat secara inherent di dalam setiap fungsi sistem politik.
Kegiatan komunikasi yang dianggap komunikasi politik berdasarkan konsekuensinya (aktual maupun potensial) yang mengatur perbuatan manusia dalam kondisi konflik. Cakupan: komunikator (politisi, profesional, aktivis), pesan, persuasi, media, khalayak, dan akibat.
Komunikasi politik merupakan salah satu fungsi partai politik, yakni menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa “penggabungan kepentingan” (interest aggregation” dan “perumusan kepentingan” (interest articulation) untuk diperjuangkan menjadi public policy. (Miriam Budiardjo).
Jack Plano dkk. Kamus Analisa Politik: penyebaran aksi, makna, atau pesan yang bersangkutan dengan fungsi suatu sistem politik, melibatkan unsur-unsur komunikasi seperti komunikator, pesan, dan lainnya. Kebanyakan komunikasi politik merupakan lapangan wewenang lembaga-lembaga khusus, seperti media massa, badan informasi pemerintah, atau parpol. Namun demikian, komunikasi politik dapat ditemukan dalam setiap lingkungan sosial, mulai dari lingkup dua orang hingga ruang kantor parlemen.
Mochtar Pabotinggi (1993): dalam praktek proses komunikasi politik sering mengalami empat distorsi :
1. Distorsi bahasa sebagai “topeng”; ada euphemism (penghalusan kata); bahasa yang menampilkan sesuatu lain dari yang dimaksudkan atau berbeda dengan situasi sebenarnya, bisa disebut seperti diungkakan Ben Anderson (1966), “bahasa topeng”.
2. Distorsi bahasa sebagai “proyek lupa”; lupa sebagai sesuatu yang dimanipulasikan; lupa dapat diciptakan dan direncanakan bukan hanya atas satu orang, melainkan atas puluhan bahkan ratusan juta orang.”
3. Distorsi bahasa sebagai “representasi”; terjadi bila kita melukiskan sesuatu tidak sebagaimana mestinya. Contoh: gambaran buruk kaum Muslimin dan orang Arab oleh media Barat.
4. Distorsi bahasa sebagai “ideologi”. Ada dua perspektif yang cenderung menyebarkan distoris ideologi. Pertama, perspektif yang mengidentikkan kegiatan politik sebagai hak istimewa sekelompok orang monopoli politik kelompok tertentu. Kedua, perspektif yang semata-mata menekankan tujuan tertinggi suatu sistem politik. Mereka yang menganut perspektif ini hanya menitikberatkan pada tujuan tertinggi sebuah sistem politik tanpa mempersoalkan apa yang sesungguhnya dikehendaki rakyat.
- Stratifikasi Politik
Stratifikasi politik nasional dalam negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut ;
1. Tingkat penentu kebijakan puncak.
- Meliputi kebijakan tertinggi yang menyeluruh secara nasional dan mencakup penentuan undang-undang dasar. Menitikberatkan pada masalah makro politik bangsa dan negara untuk merumuskan idaman nasional berdasarkan falsafah Pancasila dan UUD 1945. Kebijakan tingkat puncak dilakukan oleh MPR.
- Dalam hal dan keadaan yang menyangkut kekuasaan kepala negara seperti tercantum pada pasal 10 sampai 15 UUD 1945, tingkat penentu kebijakan puncak termasuk kewenangan Presiden sebagai kepala negara. Bentuk hukum dari kebijakan nasional yang ditentukan oleh kepala negata dapat berupa dekrit, peraturan atau piagam kepala negara.
2. Tingkat kebijakan umum.
Merupakan tingkat kebijakan dibawah tingkat kebijakan puncak, yang lingkupnya menyeluruh nasional dan berisi mengenai masalah-masalah makro strategi guna mencapai idaman nasional dalam situasi dan kondisi tertentu.
3. Tingkat penentu kebijakan khusus.
Merupakan kebijakan terhadap suatu bidang utama pemerintah. Kebijakan ini adalah penjabaran kebijakan umum guna merumuskan strategi, administrasi, sistem dan prosedur dalam bidang tersebut. Wewenang kebijakan khusus ini berada ditangan menteri berdasarkan kebijakan tingkat diatasnya.
4. Tingkat penentu kebijakan teknis. Kebijakan teknis meliputi kebijakan dalam satu sektor dari bidang utama dalam bentuk prosedur serta teknik untuk mengimplementasikan rencana, program dan kegiatan.
Tingkat penentu kebijakan di Daerah.
• Wewenang penentuan pelaksanaan kebijakan pemerintah pusat di Daerah terletak pada Gubernur dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat di daerahnya masing-masing.
• Kepala daerah berwenang mengeluarkan kebijakan pemerintah daerah dengan persetujuan DPRD. Kebijakan tersebut berbentuk Peraturan Daerah (Perda) tingkat I atau II.
Menurut kebijakan yang berlaku sekarang, jabatan gubernur dan bupati atau walikota dan kepala daerah tingkat I atau II disatukan dalam satu jabatan yang disebut Gubernur/KepalaDaerah tingkat I, Bupati/Kepala Daerah tingkat II atau Walikota/Kepala Daerah tingkat II.


No comments:

Post a Comment