Translate

Friday 27 September 2013

Shalat Dhuha




Pengertian Shalat Dhuha
Sholat dhuha atau sholat sunah dhuha merupakan sholat sunah yang dikerjakan pada waktu dhuha. Waktu dhuha merupakan waktu dimana matahari telah terbit atau naik kurang lebih 7 hasta hingga terasa panas menjelang shalat dzhur. atau sekitar jam 7 sampai jam 11, tentunya setiap daerah berbeda, tergantung posisi matahari pada daerah masing-masing. Sholat dhuha sebaiknya dikerjakan pada seperempat kedua dalam sehari, atau sekitar pukul sembilan pagi. Sholat dhuha dilakukan secara sendiri atau tidak berjamaah (Munfarid)




Keutamaan dan Keistimewaan shalat Dhuha

Hadits Rasulullah saw yang menceritakan tentang keutamaan shalat Dhuha, di antaranya:

1. Sedekah bagi seluruh persendian tubuh manusia

Dari Abu Dzar al-Ghifari ra, ia berkata bahwa Nabi Muahammad saw bersabda:

"Di setiap sendiri seorang dari kamu terdapat sedekah, setiap tasbih (ucapan subhanallah) adalah sedekah, setiap tahmid (ucapan alhamdulillah) adalah sedekah, setiap tahlil (ucapan lailahaillallah) adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, menyuruh kepada kebaikan adalah sedekah, mencegah dari kemungkaran adalah sedekah. Dan dua rakaat Dhuha diberi pahala" (HR Muslim).

2. Ghanimah (keuntungan) yang besar

Dari Abdullah bin `Amr bin `Ash radhiyallahu `anhuma, ia berkata:
"Rasulullah saw mengirim sebuah pasukan perang. Nabi saw berkata: "Perolehlah keuntungan (ghanimah) dan cepatlah kembali!. Mereka akhirnya saling berbicara tentang dekatnya tujuan (tempat) perang dan banyaknya ghanimah (keuntungan) yang akan diperoleh dan cepat kembali (karena dekat jaraknya). Lalu Rasulullah saw berkata; "Maukah kalian aku tunjukkan kepada tujuan paling dekat dari mereka (musuh yang akan diperangi), paling banyak ghanimah (keuntungan) nya dan cepat kembalinya? Mereka menjawab; "Ya! Rasul berkata lagi: "Barangsiapa yang berwudhu', kemudian masuk ke dalam masjid untuk melakukan shalat Dhuha, dia lah yang paling dekat tujuanannya (tempat perangnya), lebih banyak ghanimahnya dan lebih cepat kembalinya." (Shahih al-Targhib: 666)

3. Sebuah rumah di surga

Bagi yang rajin mengerjakan shalat Dhuha, maka ia akan dibangunkan sebuah rumah di dalam surga. Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadits Nabi Muahammad saw:

"Barangsiapa yang shalat Dhuha sebanyak empat rakaat dan empat rakaat sebelumnya, maka ia akan dibangunkan sebuah rumah di surge." (Shahih al-Jami`: 634)

4. Memeroleh ganjaran di sore hari

Dari Abu Darda' ra, ia berkata bahwa Rasulullah saw berkata:

"Allah ta`ala berkata: "Wahai anak Adam, shalatlah untuk-Ku empat rakaat dari awal hari, maka Aku akan mencukupi kebutuhanmu (ganjaran) pada sore harinya" (Shahih al-Jami: 4339).

Dalam sebuah riwayat juga disebutkan: "Innallaa `azza wa jalla yaqulu: Yabna adama akfnini awwala al-nahar bi'arba`i raka`at ukfika bihinna akhira yaumika" ("Sesungguhnya Allah `Azza Wa Jalla berkata: "Wahai anak Adam, cukuplah bagi-Ku empat rakaat di awal hari, maka aku akan mencukupimu di sore harimu").

5. Pahala Umrah


Dari Abu Umamah ra bahwa Rasulullah saw bersabda:

"Barangsiapa yang keluar dari rumahnya dalam keadaan bersuci untuk melaksanakan shalat wajib, maka pahalanya seperti seorang yang melaksanakan haji. Barangsiapa yang keluar untuk melaksanakan shalat Dhuha, maka pahalanya seperti orang yang melaksanakan `umrah....(Shahih al-Targhib: 673). Dalam sebuah hadits yang lain disebutkan bahwa Nabi saw bersabda: "Barangsiapa yang mengerjakan shalat fajar (shubuh) berjamaah, kemudian ia (setelah usai) duduk mengingat Allah hingga terbit matahari, lalu ia shalat dua rakaat (Dhuha), ia mendapatkan pahala seperti pahala haji dan umrah; sempurna, sempurna, sempurna" (Shahih al-Jami`: 6346).

6. Ampunan Dosa

"Siapa pun yang melaksanakan shalat dhuha dengan langgeng, akan diampuni dosanya oleh Allah, sekalipun dosa itu sebanyak buih di lautan." (HR Tirmidzi)


Waktu Mengerjakan Shalat Dhuha
Waktu duha adalah waktu ketika matahari mulai naik kurang lebih 7 hasta sejak terbitnya (kira-kira pukul tujuh pagi) hingga waktu zuhur.
Tapi ada pendapat lain juga yang menyebutkan waktu sholat duha yang baik adalah mulai pukul 09.00 - 11.00. Ini berdasarkan beberapa tanda masuknya waktu shalat Dhuha, sebagaimana dijelaskan oleh hadits-hadits di atas.

Pertama, 
ketinggian matahari pagi di sebelah timur diperkirakan sama dengan ketinggian matahari sore di sebelah barat saat masuknya waktu Ashar. 
Kedua, 
matahari mulai berangsur panas. Jika permulaan waktu ashar dalam ukuran waktu modern berkisar di antara jam 15.00 sampai 15.30 WIB. sore hari, ketinggian matahari di sore hari pada jam-jam tersebut kira-kira sama dengan ketinggian matahari di pagi hari pada jam 9.00 WIB. Dengan demikian, kita dapat memperkirakan menurut ukuran waktu modern-waktu pelaksanaan shalat Dhuha Rasulullah Saw. sebagaimana yang diungkapkan dalam hadits-hadits di atas.

Sebagai info tambahan ada juga waktu-waktu haram yang mengapit shalat Dhuha :

1. Waktu haram #1 = sesudah Shalat Subuh hingga matahari bersinar, atau kurang lebih sejak jam 06:00 AM hingga 07:45 AM
2. Waktu haram #2 = ketika hampir masuk waktu Zuhur hingga tergelincir matahari, atau kurang lebih jam 11:30 AM hingga 12:00 PM

Jumlah Rakaat Shalat Dhuha

Jumlah minimal rakaat Shalat Dhuha adalah dua rakaat, sebagaimana hadits Abu Hurairah di depan. Bisa juga mengerjakan empat rakaat, enam rakaat, delapan rakaat, atau duabelas rakaat, atau tanpa batasan, karena semuanya memiliki pijakan dari sunnah Rasulullah . (Shalatul Mukmin: 1/449, Syarh Riyadhus Shalihin, Al-Utsaimin:

Dalil Shalat Dhuha empat rakaat hingga tanpa batasan  adalah hadits Aisyah s,
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الضُّحَى أَرْبَعًا، وَيَزِيدُ مَا شَاءَ اللَّهُ

Dari Aisyah s beliau berkata, “Rasulullah n shalat Dhuha empat rakaat dan menambahnya sesuai dengan kehendak Allah.” (HR. Muslim)
Niat shalat dhuha :

أُصَلِّي سُنَّةَ الضُّحَي رَكْعَتَين ِللهِ تَعَاليَ

Ushallii sunnatadh-dhuhaa rak’ataini lillaahi ta’aalaa.

Artinya: ” Aku niat shalat sunat dhuha dua rakaat, karena Allah.”


Tata cara sholat dhuha :
Tata cara melaksanakan sholat dhuha
1.  Membaca Niat
2.  Membaca surah Al-Fatihah
3.  Membaca surah Asy-Syamsu (QS:91) pada rakaat pertama, atau cukup dengan membaca Qulya (QS:109) jika tidak hafal surah Asy-Syamsu itu.
4.  Membaca surah Adh-Dhuha (QS:93) pada rakaat kedua, atau cukup dengan   membaca Qulhu (QS:112) jika tidak hafal surah Adh-Dhuha.
5.  Rukuk, iktidal, sujud, duduk dua sujud, tasyahud dan salam adalah sama sebagaimana tata cara pelaksanaan shalat fardhu.
6.  Menutup shalat Dhuha dengan berdoa. Inipun bukan sesuatu yang wajib, hanya saja berdoa adalah kebiasaan yang sangat baik dan dianjurkan sebagai tanda penghambaan kita kepada ALLAH.



Doa Setelah Sholat Dhuha

ALLAHUMMA INNADH DHUHA-A DHUHA-UKA, WAL BAHAA-A BAHAA-UKA, WAL JAMAALA JAMAALUKA, WAL QUWWATA QUWWATUKA, WAL QUDRATA QUDRATUKA, WAL ISHMATA ISHMATUKA. ALLAHUMA INKAANA RIZQI FIS SAMMA-I FA ANZILHU, WA INKAANA FIL ARDHI FA-AKHRIJHU, WA INKAANA MU’ASARAN FAYASSIRHU, WAINKAANA HARAAMAN FATHAHHIRHU, WA INKAANA BA’IDAN FA QARIBHU, BIHAQQIDUHAA-IKA WA BAHAAIKA, WA JAMAALIKA WA QUWWATIKA WA QUDRATIKA, AATINI MAA ATAITA ‘IBAADAKASH SHALIHIN.
Artinya: “Wahai Tuhanku, sesungguhnya waktu dhuha adalah waktu dhuha-Mu, keagungan adalah keagunan-Mu, keindahan adalah keindahan-Mu, kekuatan adalah kekuatan-Mu, kekuasaan adalah kekuasaan-Mu, penjagaan adalah penjagaan-Mu, Wahai Tuhanku, apabila rezekiku berada di atas langit maka turunkanlah, apabila berada di dalam bumi maka keluarkanlah, apabila sukar mudahkanlah, apabila haram sucikanlah, apabila jauh dekatkanlah. Dengan kebenaran dhuha-Mu, keagungan-Mu, keindahan-Mu, Kekuatan-Mu, dan Kekuasaan-Mu (Wahai Tuhanku), datangkanlah padaku apa yang Engkau datangkan kepada hamba-hambaMu yang soleh”.



Wednesday 18 September 2013

Puasa Arafah




Keutamaan Puasa Sunah Arafah
Puasa sebelum Idul Adha disebut juga dengan puasa Arafah. Karena dilakukan pada saat jutaan jemaah haji berkumpul melaksanakan wukuf di padang Arafah. Wukuf sendiri merupakan ibadah wajib karena merupakan bagian dari rukun haji yang harus dipenuhi para jama’ah haji. 
Wukuf di Arafah yang merupakan puncak penyempurnaan ibadah haji dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah berdasarkan kalender Islam. Pada saat inilah umat muslim yang tidak melaksanakan wukuf dianjurkan untuk berpuasa, termasuk kita yang berada di tanah air.

Hadits puasa Arafah
Puasa sebelum idul adha adalah ibadah yang sangat dianjukan oleh Rasulullah Saw. Bagi kaum muslimin puasa satu hari sebelum lebaran haji ini, hukumnya sunnah muakkad. Artinya, meskipun puasa sebelum hari raya qurban ini bersifat sunnah, namun demikian sangat-sangat dianjurkan dan diutamakan untuk dilaksanakan.
Bagi mereka yang menunaikan ibadah puasa Arafah akan didoakan Nabi Muhammad Saw agar Allah menghapus dosa-dosanya selama dua tahun, yakni; satu tahun sebelum dan satu tahun sesudah. Hal ini berdasarkan hadits Nabi Saw yang artinya:  Puasa satu hari Arafah, aku berharap kepada Allah, Dia akan menghapuskan (dosa) satu tahun sebelumnya dan satu tahun setelahnya. Puasa hari ‘Asyura’ (tanggal 10 Muharram), aku berharap kepada Allah, Dia akan menghapuskan (dosa) satu tahun sebelumnya.” (HR. Muslim, no 1162, dari Abu Qatadah).
Dari Abu Qatadah Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam pernah ditanya tentang puasa pada hari ‘Arafah, beliau bersabda: “Ia (Puasa ‘Arafah itu) menggugurkan dosa-dosa satu tahun sebelumnya dan setelahnya.” (HR. Muslim 1162)
Tidak makan dan tidak minum juga dilakukan Rasulullah Saw sebelum melaksanakan sholat Idul Adha di lapangan. Ini adalah kebiasaan Nabi Saw seperti yang tertuang dalam hadits berikut: Jika sebelum berangkat shalat Idul Fitri Rasulullah SAW sarapan dahulu maka sebelum shalat Idul Adha, Rasul tidak sarapan dan beliau baru makan sepulang melaksanakan shalat (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad).

Jangan Berpuasa di hari Tasyrik
Selain puasa, beberapa amalan yang dianjurkan dalam rangka merayakan Idul Adha adalah: menggemakan takbir dan menyembelih hewan kurban yang dilaksanankan setelah sholat Id hingga tiga hari setelah 10 Dzulhijjah yakni tanggal: 11, 12 dan 13. Dimana pada hari-hari itu umat Islam diharamkan berpuasa karena merupakan hari Tasyrik.
Rasulullah Saw telah mengutus Abdullah Bin Huzhaqah untuk mengumumkan di Mina: “Kamu dilarang berpuasa pada hari-hari ini (hari tasyrik). Ia adalah hari untuk makan dan minum serta mengingat Allah.” (Hadith Riwayat Imam Ahmad, sanadnya hasan).
Jika puasa sebelum Idul Adha ialah sangat dianjurkan, maka berpuasa pada hari tasyrik adalah dilarang sama halnya dengan puasa di hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Rasulullah Saw melarang puasa pada dua hari, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. (Hadith Riwayat Imam Muslim, Ahmad, an-Nasa’ie, Abu Dawud).

Pelaksanaan Puasa Arafah
Puasa sebelum Idul Adha atau sering disebut dengan puasa Arofah merupakan puasa sunat yang dianjurkan oleh Baginda Nabi Saw. Selain mereka yang berangkat menunaikan ibadah haji ke tanah suci, umat muslim yang tak menunaikan rukun Islam ke Mekkah pun seyogyanya melaksanakan anjuran Rasulullah tersebut.
Puasa sebelum Idul Adha disunatkan dilakukan pada tanggal 8 dan 9 Zulhijah, yaitu satu hari menjelang wukuf di Padang Arofah pada tanggal 10 Zulhijah. Mengenai puasa sunnah ini, Baginda Nabi pernah ditanya dan diriwayatkan dalam hadis riwayat Muslim: Rasulullah suatu ketika pernah ditanya mengenai keutamaan puasa Arofah, dan dijawab oleh Rasulullah bahwa puasa Arofah bisa menghapuskan dosa-dosa tahun yang lalu dan tahun yang akan dilalui (HR. Muslim). 


Keutamaan Bulan Zulhijah 
Banyak sekali keterangan hadis yang menerangkan keutamaan sepuluh hari pertama di bulan Zulhijah, termasuk didalamya puasa sebelum Idul Adha. Diantaranya dijelaskan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari, Rasulullah Saw bersabda, “tidak ada hari dimana amal-amal shalih begitu dicintai oleh Allah dibandingkan hari-hari ini, yakni: sepuluh hari istimewa di bulan Zulhijah”. Para sahabat pun bertanya, “wahai Rasulullah, bagaimana dengan jihad fi sabilillah?”. Jawaban Rasulullah: “tidak juga dengan jihad fi sabilillah, kecuali mereka yang berjihad dengan jiwa dan hartanya sedangkan mereka tidak kembali dengan membawa apapun”.
Lebih lanjut, mengenai keutamaan sepuluh hari di bulan Zulhijah ini dijelaskan oleh sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar, yakni Rasulullah bersabda bahwasannya tidak ada hari-hari yang paling dicintai oleh Allah Swt untuk memperbanyak berbuat kebajikan selain hari-hari di bulan Zulhijah. Maka dianjurkan untuk memperbanyak kalimat-kalimat yang mengagungkan Allah dengan takbir, tahlil, dan tahmid.


Amalan yang Dianjurkan 
Selain melaksanakan puasa sebelum Idul Adha, ada berbagai amalan yang dianjurkan untuk dilaksanakan di bulan yang agung, Zulhijah ini. 
• Melakukan ibadah haji dan umrah ke Baitullah. Rasulullah Saw bersabda bahwa dari umrah ke umrah bisa menghapuskan dosa-dosa yang dikerjakan diantara waktu umrah tersebut, dan mengerjakan haji yang mabrur akan dibalas dengan surga-Nya Allah.
• Mengenai disunahkannya berpuasa, hadis qudsi memberikan legitimasinya sebagai berikut: bahwa puasa itu adalah untuk Allah, dan Allah lah yang akan membalasnya dengan pahala yang dikehendaki-Nya. Karena sungguh orang yang berpuasa tersebut telah meninggalkan syahwat, makanan dan minuman hanya karena Alloh

• Memperbanyak mengumandangkan dzikir untuk senantiasa mengaujgkan asma-Nya. Dalam surat al-Hajj:28, “…dan agar mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditetukan…”.
• Melakukan taubatannasuha (bertaubat secara bersungguh-sungguh) untuk memperoleh pengampunan dari Allah Swt.
• Memperbanyak berbuat amal shaleh dan kebaikan-kebaikan, seperti: banyak membaca Al-Quran, rajin mendirikan shalat, bersedekah, dsb.
• Berkurban dengan tulus ikhlas di hari raya haji (Idul Qurban) dan hari-hari tasyrik yakni pada tanggal 11,12, 13 Zulhijah.


Tidak makan sebelum shalat Idul Adha

Ada satu anjuran sebelum penunaian shalat Idul Adha yaitu tidak makan sebelumnya. Karena di hari tersebut kita kaum muslimin yang mampu disunnahkan untuk berqurban. Oleh karenanya, anjuran tersebut diterapkan agar kita nantinya bisa menyantap hasil qurban.
Dari ‘Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, ia berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لاَ يَغْدُو يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ وَلاَ يَأْكُلُ يَوْمَ الأَضْحَى حَتَّى يَرْجِعَ فَيَأْكُلَ مِنْ أُضْحِيَّتِهِ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat shalat ‘ied pada hari Idul Fithri dan beliau makan terlebih dahulu. Sedangkan pada hari Idul Adha, beliau tidak makan lebih dulu kecuali setelah pulang dari shalat ‘ied baru beliau menyantap hasil qurbannya.” (HR. Ahmad 5: 352.Syaikh Syu’aib  Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata,
قال أحمد: والأضحى لا يأكل فيه حتى يرجع إذا كان له ذبح، لأن النبي صلى الله عليه وسلم أكل من ذبيحته، وإذا لم يكن له ذبح لم يبال أن يأكل. اهـ.
“Imam Ahmad berkata: “Saat Idul Adha dianjurkan tidak makan hingga kembali dan memakan hasil sembelihan qurban. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam makan dari hasil sembelihan qurbannya. Jika seseorang tidak memiliki qurban (tidak berqurban), maka tidak masalah jika ia makan terlebih dahulu sebelum shalat ‘ied.” (Al Mughni, 2: 228)
Ibnu Hazm rahimahullah berkata,
وإن أكل يوم الأضحى قبل غدوه إلى المصلى فلا بأس، وإن لم يأكل حتى يأكل من أضحيته فحسن، ولا يحل صيامهما أصلا
“Jika seseorang makan pada hari Idul Adha sebelum berangkat shalat ‘ied di tanah lapang (musholla), maka tidak mengapa. Jika ia tidak makan sampai ia makan dari hasil sembelihan qurbannya, maka itu lebih baik.  Tidak boleh berpuasa pada hari ‘ied (Idul Fithri dan Idul Adha) sama sekali.” (Al Muhalla, 5: 89)
 
Hikmah Tidak makan sebelum shalat Idul Adha
Hikmah dianjurkan makan sebelum berangkat shalat Idul Fithri adalah agar tidak disangka bahwa hari tersebut masih hari berpuasa. Sedangkan untuk shalat Idul Adha dianjurkan untuk tidak makan terlebih dahulu adalah agar daging qurban bisa segera disembelih dan dinikmati setelah shalat ‘ied. (Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1: 602)
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata,
وَلِأَنَّ يَوْمَ الْفِطْرِ يَوْمٌ حَرُمَ فِيهِ الصِّيَامُ عَقِيبَ وُجُوبِهِ ، فَاسْتُحِبَّ تَعْجِيلُ الْفِطْرِ لِإِظْهَارِ الْمُبَادَرَةِ إلَى طَاعَةِ اللَّهِ تَعَالَى ، وَامْتِثَالِ أَمْرِهِ فِي الْفِطْرِ عَلَى خِلَافِ الْعَادَةِ ، وَالْأَضْحَى بِخِلَافِهِ .وَلِأَنَّ فِي الْأَضْحَى شُرِعَ الْأُضْحِيَّةُ وَالْأَكْلُ مِنْهَا ، فَاسْتُحِبَّ أَنْ يَكُونَ فِطْرُهُ عَلَى شَيْءٍ مِنْهَا .
“Idul Fithri adalah hari diharamkannya berpuasa setelah sebulan penuh diwajibkan.  Sehingga dianjurkan untuk bersegera berbuka agar semangat melakukan ketaatan kepada Allah Ta’ala dan perintah makan pada Idul Fithri (sebelum shalat ‘ied) adalah untuk membedakan kebiasaannya berpuasa. Sedangkan untuk hari raya Idul Adha berbeda. Karena pada hari Idul Adha disyari’atkan memakan dari hasil qurban. Jadinya, kita dianjurkan tidak makan sebelum shalat ‘ied dan nantinya menyantap hasil sembelihan tersebut.” (Al Mughni, 2: 228)